Review Buku Tradisi Makan Siang Indonesia


Sebuah Feature Mendalam Tentang Kisah di Balik Meja Makan Nusantara

 


Citrapandiangan.my.id-Ada yang selalu hangat dari aroma dapur menjelang tengah hari. Suara sendok beradu dengan piring, kepulan nasi yang baru matang, hingga obrolan ringan antar anggota keluarga yang duduk melingkar di meja makan. Kebiasaan sederhana ini yang sering kita anggap rutin. Sesungguhnya meninggalkan jejak budaya yang begitu dalam.

 

Tradisi makan siang di Indonesia bukan sekadar urusan mengisi perut. Merupakan momen kebersamaan, ruang pertukaran cerita, dan tempat nilai-nilai keluarga diwariskan secara turun-temurun. Tradisi inilah yang ditangkap dengan begitu apik dalam buku “Tradisi Makan Siang Indonesia: Khazanah Ragam dan Penyajiannya”, sebuah karya monumental yang baru saja meraih Best Book in the World dari Gourmand Awards di Riyadh, Arab Saudi.

 

Sebagai pembaca, peneliti pangan, food blogger, mahasiswa, ibu rumah tangga, pegiat pariwisata, atau siapa pun yang mencintai budaya Indonesia, Kamu mungkin bertanya: “Kenapa kita perlu membaca, bahkan memiliki buku ini?”

 

Tulisan feature ini mencoba menjawab pertanyaan itu secara mendalam.

Mengabadikan Ingatan Kolektif yang Hampir Hilang

Hari ini meja makan kita mungkin tidak selalu ramai. Anak-anak pulang sekolah di jam berbeda, orang tua masih terjebak rapat daring, dan sebagian orang lebih sering memesan makanan melalui aplikasi. Tradisi makan siang bersama perlahan memudar.

 

Justru karena itu, buku ini terasa penting.   Melalui 40 tulisan dari beragam tradisi, pembaca diajak mengingat kembali tradisi makan siang yang terserak di setiap dapur Nusantara. Setiap tulisan membawa kita pulang pada masa kecil. Pada suara ibu di dapur, pada jadwal makan keluarga yang dulu begitu sakral.

 

Di dalam buku ini, kita menemukan kisah: keluarga Jawa yang selalu menyajikan sayur lodeh dan botok teri setiap Jumat, ritual liwetan yang dilakukan saat pergantian tahun sebagai wujud syukur, kebiasaan makan siang ala Banjar dengan ketupat besar, tradisi makan bersama bersila di Pontianak yang menghangatkan, sego jagung yang sudah hampir susah ditemukan,  hingga papeda dari daerah timur.

 


Buku ini adalah dokumentasi rasa dan memori, bukan sekadar bacaan, melainkan arsip budaya yang menjaga agar tradisi sederhana tidak hilang di tengah zaman yang bergerak begitu cepat. Ditulis oleh para penulis yang hidup di dalam tradisi itu sendiri. Salah satu kekuatan terbesar buku Tradisi Makan Siang Indonesia adalah sudut pandangnya. Bukan ditulis oleh akademisi yang mengamati dari kejauhan. Bukan pula oleh reporter yang hanya mewawancarai lalu menuliskan ulang.

 

Buku ini ditulis oleh mereka yang tumbuh, hidup, dan melebur dalam tradisi makan siang itu sendiri. Buku ini ditulis oleh food blogger dari berbagai kota, pegiat pangan lokal, penulis budaya, hingga guru dan editor berita. Mereka menuliskan menu yang mereka makan sejak kecil. Menuliskan kebiasaan keluarga mereka. Menuliskan aroma dapur yang mereka kenal sejak hari pertama.

 

Misalnya tulisan tentang:

Garang Asem, Sayur Lodeh, dan Botok Teri Dapur Jawa yang Membesarkan

Hidangan-hidangan rumah yang sederhana tetapi sarat makna dan menjadi pengikat keluarga di siang hari.

 Liwetan  Tradisi Syukur yang Kini Merakyat

Dulu hanya untuk kalangan raja, kini menjadi ritual syukur keluarga modern, terutama menjelang pergantian tahun.

Tradisi Menghambur benih

Setelah menabur benih, mereka akan makan bersama dengan nasi kuning, pisang dan telur.


Tulisan para kontributor ini membuat buku terasa intim. Seolah kamu duduk di meja makan mereka dan ikut mencicipi setiap kisah yang mereka sajikan.

 

Menyajikan Ragam Kuliner Nusantara yang Jarang Dipublikasikan

Satu hal yang membuat buku ini begitu menarik adalah keberaniannya menyelami kuliner Nusantara yang jarang ditulis. Beberapa di antaranya:

 

• Ngidang dari Palembang

Tradisi Kesultanan Palembang yang menyajikan 9 hidangan utama dalam satu waktu. Khas, megah, dan penuh simbol.

• Soto Banjar dengan Ketupat Besar

Kuah rempah dengan susu evaporasi yang disantap bersama ketupat porsi besar yang bisa untuk 10 mangkuk.

• Nasi Kuning Masak Habang – Banjar

Lebih kaya bumbu dibanding nasi kuning Jawa, lengkap dengan ikan haruan dan bumbu habang khas.

• Ikan Baung Salai Masak Lemak – Pontianak

Hidangan sungai penuh cita rasa yang disajikan saat keluarga makan bersila di siang hari.

• Mak’sala dalam Tradisi Mnahat Feu – NTT

Masakan panen yang dimasak di tungku api dengan bahan hasil kebun sendiri.

 

Semua kisah ini memperluas wawasan kita bahwa tradisi makan siang Indonesia bukan hanya nasi dan lauk rumahan, tetapi ritual budaya yang dihidupi dengan penuh rasa syukur.

 

Buku yang Dicetak Eksklusif dan Premium ini sangat cocok untuk Koleksi dan Hadiah

Tidak sedikit buku kuliner yang isinya bagus tetapi tampilannya biasa saja. Namun Tradisi Makan Siang Indonesia benar-benar naik kelas dalam segi produksi. Buku ini dicetak menggunakan kertas premium Paper One (dove finish) hampir 500 halaman penuh warna. Hardcover tebal berwarna kuning cerah, desain grafis bertema kuliner yang rapi dan segar plus foto-foto makanan yang tajam dan menggugah. Serta pembatas buku eksklusif dan layout bilingual Bahasa Indonesia – Inggris. Secara visual, buku ini setara dengan coffee table book berkualitas tinggi.

 

Cocok untuk pajangan rumah, hadiah untuk sahabat atau kolega, kenang-kenangan untuk klien luar negeri, referensi untuk mahasiswa kuliner dan pariwisata, koleksi bagi pecinta buku premium. Satu hal yang jelas  buku ini dibuat dengan cinta dan ketelitian.

 

Diakui Dunia dengan Meraih Best Book in the World, Gourmand Awards. Alasan lain kenapa kamu harus memiliki buku ini: pengakuan internasional. Buku Tradisi Makan Siang Indonesia dinobatkan sebagai:

 

🏆 Best Book in the World,  Gourmand Awards, Riyadh, Arab Saudi

Gourmand Award sendiri adalah penghargaan paling prestisius untuk buku kuliner dunia—sering disebut the Oscars of cookbook.

 

Editor buku ini, Amanda Katili Niode, Ph.D, bersama para penulisnya, berhasil membawa kuliner Indonesia ke panggung dunia. Penghargaan ini bukan sembarang medali; ini adalah bukti bahwa buku ini kuat secara riset, otentik, dan memiliki nilai kultural tinggi. Momen kemenangan tersebut juga dihadiri tokoh kuliner dunia dari 96 negara, menandakan bahwa nama Indonesia dibicarakan secara global.

 

Membeli buku ini berarti mendukung karya Indonesia yang telah mengharumkan nama bangsa di dunia internasional. Apalagi buku ini mendapat testimoni dari Tokoh Kuliner dan Budaya. Selain penghargaan internasional, buku ini juga mendapat sambutan dari tokoh-tokoh nasional dan pakar kuliner dunia. Mereka tidak hanya memuji kualitas tulisan, tetapi juga menyampaikan bahwa buku ini sangat penting untuk studi pangan Indonesia.

 

Membuat Kita Menghargai Kembali Tradisi Keluarga Sendiri

Pada akhirnya, buku ini tidak hanya memberi informasi, tetapi juga membuka ruang refleksi. Pembaca dibuat merenung tentang makanan apa yang selalu dimasak ibu saat kita kecil, ritual makan apa yang dulu dijaga keluarga, tradisi apa yang ingin kita wariskan ke generasi berikutnya.

 

Ketika membaca kisah keluarga lain, kita seolah dibawa kembali ke rumah masa kecil kita sendiri, tempat di mana meja makan menjadi ruang paling jujur untuk bercerita. Dan di situlah kekuatan buku ini. Buku ini mengembalikan kita kepada akar. Kepada rasa. Kepada rumah.

 



Salam dan Tetap Bahagia




Temukan Informasi menarik di blog yang dikelola Citra Pandiangan
Kerjasama, Kritik/Saran silahkan kirim ke email di  2travellife@gmail.com

No comments

Hi Terimakasih Sudah bersedia mampir di Kitabahagia.com Tinggalkanlah jejak manis agar kiba bisa berkunjung balik. Asalkan jangan memberikan link hidup dan spam ya... Salam Bahagia

Cheaper hosting